Senin, 12 Maret 2012

curhatan masa lalu yg terindah :)


Hati Untuk Si Playboy

            Aku ingat kata ayahku, bahwa hidup bukan hanya pilihan. Terkadang cukup mudah untuk memilih satu diantara dua pilihan. Tetapi sulit saat waktu menuntutku membuat pilihan. Andai saja hidup ini hanya imajinasi, aku akan membuat duniaku sendiri. Kubiarkan siapapun mengisi hatiku dan hidupku. Ya….. karena kutahu hatiku hampir kosong. Hanya terisi kepulan asap semu karena kekagumanku atau mungkin disebut cinta yang tak tersampaikan
            Drrt.. Drrtt.. Drrt..
            Aku yang sedang bersantai, berbaring di atas kasur yang empuk, kaget mendengar hapeku yang bergetar di atas meja. Dari kejauhan aku sudah bisa menebak kalau ada sms masuk. Dengan semangat aku mengeceknya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Di layer hapeku tercantum “1 message from Leo”. Aku melonjak – lonjak saking senangnya. Segera saja aku membuka sms dari Leo.
            From : Leo
            Hai, Ca, lagi apa nii ??

            Aku sedikit speechles membaca sms darinya. Pada kenyataannya , Leo adalah anak yang sangat cuek. Dan aku tidak percaya kalau Leo bisa mengirim aku sms dengan kata – kata seramah itu. Tetapi aku tidak mau memikirkan panjang lebar lagi. Segera aku membalasnya.
            To : Leo
            Hai juga , lagi santai – santai aja niih..

            Berminggu – minggu sudah aku pe-de-ka-te sama dia. Aku merasa nyaman bila mengobrol dengannya. Meskipun aku tau kalau Leo itu ternyata playboy. Dia bisa mengambil hatiku dengan gombalan – gombalannya.
            Ada sedikit senyuman di bibirku. Entah kenapa, hanya saja ini menjadi sesuatu yang tidak biasa. Aku nyaris tidak dapat memikirkan apapun. Seperti tertindih, tenggelam, hingga aku tak dapat bernafas. Aku tidak tahu pasti, yang kutahu aku tidak sedang gila.

****
Langit sore ini terlihat begitu merona. Entah mengapa hatiku tersasa bahagia hari ini. Padahal tidak ada acara istimewa yang aku rencanakan sebelumnya.
            Dengan langkah berat, aku bersiap untuk menjemput adikku di gedung bulutangkis. Ini adalah pekerjaan yang menurutku paling membosankan. Sesampainya di gedung, aku menginjakkan kakiku di atas tanah. Aku berjalan menyusuri gedung mencari tempat duduk yang kosong.
            Mataku mencari – cari sosok adikku. Namun mataku malah menemukan sosok yang membuat darah surut dari wajahku. Dan aku tidak menyangka kalau ternyata dia adalah orang yang selama ini aku kagumi.
            Belum sepenuhnya aku sembuh dari kekagetanku, aku bertambah kaget saat dia membalas tatapanku dan bergegas menghampiriku.
            “ Ca, lupa ya?” sapa Leo.
            “ Emm .. Emm.. hehe . maaf.” Aku tergagap saking geroginya.
            “ Liat aku kok nggak nyapa siih?” Tanya Leo.
            “ Em.. Leo ya?” Aku memberanikan diri untuk bertanya.
            Namun sebelum aku menyelesaikan kalimatku, Leo sudah mengalihkan perhatiannya lalu pergi meninggalkanku. Aku malu dan jengkel setengah mati. Bagaimana tidak ? dia seenaknya dating dan pergi dengan cueknya. Padahal saat kami ngobrol, banyak mata yang menyaksikan. Aku kan malu. Arrrgh !!
            Dengan gondok aku memutuskan untuk kembali ke tempat dudukku yang semula. Kembali pada penantian adikku yang membosankan.
            Namun sepertinya Tuhan tak membiarkan aku mati kebosanan di sini. Di arah lapangan sekali lagi Leo membuatku kagum. Permainannya lincah dan sangat memukau. Aku hamper tak terkedip. Bahkan seolah – olah aku dapat mendengar dan merasakan nafasnya. Aku tak bisa membohongi hatiku. Dia kelihatan keren di seluruh permainannya, bahkan saat ia mengelap keringatnya.
            Waktu bergulir sangat cepat.akhirnya adikku selesai dan ia mengajakku pulang. Tetapi aku masih ingin disini.
            “ Kak, pulang yuk!” ajak adikku
            “ Mmh.. bentar ya. Duduk – duduk aja dulu.” Aku mencoba membujuknya untuk tinggal sebentar lagi disini.
            “ Badanku sudah bau keringat nih. Pengen mandi. Pulang yuk!” Adikku tetap ngeyel dan mengajakku pulang.
            “ Ganti baju dulu aja!” Akupun tak kalah ngeyel. Pandanganku tetap pada Leo.
            “ Haduuh.. kenapa siih kok jadi betah gini? Biasanya juga masih nunggu 5 menit aja sudah mencak – mencak.” Kali ini adikku bertambah ngeyel.
            Akhirnya aku mengalah. Namun aku masih nggak rela untuk pulang. Aku menyempatkan memandangi Leo untuk terakhir kalinya. Tetapi tiba – tiba dia memalingkan wajahnya padaku. Wajahku merah padam saking malunya. Aku memutuskan untuk segera menghilang dari sini.
            “ Ayo cepat pulang yuk!” Aku berkata sambil menarik tangan adikku.
****
           
Aku melipat mukenahku dengan rapi. Saat hapeku berdering, muncul nomor baru yang tidak aku kenal.
“ Halo, assalamu’alaikum” sapaku.
“ Wa’alaikumsalam” Terdengar suara yang tidak asing bagi telingaku.
“ Ini siapa ya?”
“ Tebak dulu, dong! Nggak asyik kalau aku langsung jujur?” Dia semakin membuatku penasaran.
“ Siapa sih? Nggak usah sok misterius deh!” Aku mulai gondok.
“ Kok marah sih, ntar cantiknya hilang lho.” Rayuan khas playboy yang membuatku mulai menerka siapa dia. Namun aku tidak mengungkapkannya.
“ Ah, nggak usah ngegombal deh. Kalau nggak mau ngaku, aku tutup nih telponnya.”
“ Eh, jangan dong! Aku kan masih pengen dengar suara merdu kamu.”
“ To the poin aja deeh. Ada perlu apa?” Aku semakin ketus.
“ Iya deeh, aku ngaku. Aku Leo.”
“ Ooooo…” Aku masih tidak percaya kalau ini Leo. Mengingat tadi sore sikapnya yanga amat sangat cuek, berbeda 180 derajat dengan gombalannya barusan.
“ Ca, masih disan kan?” Leo bertanya sehingga membuyarkan lamunanku.
“ Eh.. iya. Ada apa nih kok tumben telpon?” Tanyaku penasaran.
“ Em.. besok ada acara nggak ?”
“ Kayaknya nggak tuch, kenapa?”
“ Nggak apa-apa, nanya aja.”
Huuh.. dasar cuek. Bikin ge-er aja.
****
            Hari Sabtu, aku pulang sekolah lebih awal karena hari ini tidak ada jadwal bimbingan belajar. Hari ini juga tidak ada acara di luar. Hasilnya kantuk menyerang. Segera saja aku merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk dan aku mulai bermimpi.
            Kring.. kring..
            Jam bekerku meloncat-loncat membangunkanku. Aku masih enggan bangkit dari kasur empukku. Hari sabtu kan hari santai bagiku.
            “ Ca, ada yang nyari tuh.” Tiba – tiba mama muncul di samping tempat tidurku.
            “ Siapa, ma ?” Aku masih setengah sadar.
            “ Tau tuh. Cepetan , sudah nunggu lama tu dia!”
            Dengan susah payah aku bangun. Tak sengaja aku melirik jam dinding kamarku. Menunjukkan pukul 19.15. hah ?? berapa jam tadi aku tidur? Rasanya masih satu menit yang lalu.
            Aku menuruni tangga depan kamarku tanpa memperbaiki lagi penampilanku saat ini. Aku hanya ingin segera menemui tamu tak diundang itu lalu kembali tidur. Saat aku sampai di teras, langsung saja aku menyemprotnya, namun….
            “ Siapa sih? Ganggu tid..” Aku kaget setengah mati saat mengetahui siapa sekaran yang duduk di kursi teras rumahku.
            “ Hai , Ca.” Leo berkata seraya berdiri dan melambaikan tangannya padaku. “ Sorry, aku ganggu ya?”
            “ Eh, nggak kok.” Aku berusaha mengatasi kagetku. “ Duduk, yo!” tambahku sambil duduk di kursi sampingnya.
            “ Kamu bangun tidur ya? Pasti aku ganggu kamu banget deh?” Leo berkata dengan keadaan tawa yang ditahan.
            Aku baru sadar, kalau keadaanku saat ini tidak pantas untuk ditampilkan pada seseorang yang sangat special bagiku. Malu lagi, malu lagi.. huffft !!
            “ Mmh, sebagai permintaan maafku sudah ganggu kamu tidur, kamu mau nggak jalan sama aku malam ini?”
            Hah? Dia tadi bilang apa? Dia ngajak aku jalan? Nge-date? Kencan? Sekarang kan malam Minggu. Hehe..
            “ iya deh. Aku ganti baju dulu ya. Maaf kalau mungkin lama. Nggak apa-apa kan?” Aku bertanya dan Leo menjawab sdengan anggukan. Asyiiik !!
****
            Aku tak tau Leo mengajakku ke mana. Yang ada di fikiranku saat ini, aku senang bisa berdua dengannya. Sampai ku rasa Leo menepikan motornya pada salah satu kafe terkenal di kotaku.
            “ Eh, mau makan disini?” Aku bertanya mencoba menercah kesunyian.
            “ Iya, kenapa?”
            “ Nggak apa-apa.”
            “ Masuk yuk!” Ajak Leo sambil menggandeng tanganku.
            Nyaris aku melonjak saking senang dan nervousnya.
            Di dalam kafe banyak pasangan muda-mudi lain yang sedang merayakan malming bersama pasangan masing-masing. Tata ruangannya terlihat biasa saja bagiku. Meski banyak pengunjungnya, masih tersisa banyak meja di kafe ini. Namun, Leo menarikku hingga di bagian belakang kafe.
            “ Kita mau kemana sih , yo? Kan itu mejanya masih banyak yang kosong?” Leo tak menggubris kata-kataku. Masih menggandeng tanganku. Huh,, dasar cuek. Menyebalkan !!
            Akhirnya sampai di pintu belakang kafe. Aku sudah berkali-kali dikagetkan hari ini. Untuk kali ini semoga menjadi yang terakhir.
            Pemandangan di depanku cukup membuatku terpaku. Lilin-lilin berjajar rapi di bawah pancaran sinar bulan. Panorama pantai yang mengagumkan menjadi background menambah keindahan dengan semilir angin malam.
            “ Woy!”
            “ Apa sih? Ngapain aku di bawa ke tempat beginian? Aku mau dijadiin sasaran sambalmu yang enek itu? Iih.. mending aku pulang saja?” ucapku sedikit jual mahal.
            “ Kayak nenek-nenek sih, ngomel melulu ?” Leo masih tetap pada cueknya.
            “ Terus, kita mau ngapain?”
            Leo diam. Sesekali memandang ke arahku tapi ia menunduk dan menunduk lagi.
            “ Halo!!!” suaraku lentang.
            Leo masih tetap diam.
            “ Mau kamu apa sih? Kamu ngerjain aku ya? Aku pergi aja deh!” Aku beranjak dari tempat duduk.
            “ Ca, tunggu dong!” Leo menarik tanganku.
            “ Ya, cepet mau ngomong apa?” Aku jadi sedikit sebel.
            “ Aku mau kamu jadi cewekku.”
            Sekejap aku merasa ada yang menamparku. Aku hamper tidak percaya ini terjadi. Dan yang lain yang ku tahu aku tidak bisa berkata apapun.
            “ Ca?”
            “ Aku nggak tahu, aku mau pulang aja.” Dalam bagian ini mungkin aku terlihat seperti pengecut. Tapi ini hal terbaik yang dapat kulakukan…
            Leo tak berkata apa-apa, dia masih menggenggam tanganku. Tangan kanannya mengambil sebuah album foto di atas tangan sebelah kakinya, kemudian dia menyerahkan padaku.
            Aku duduk dan mulai membukanya. Banyak sekali tanda Tanya di kepalaku. Perlahan aku membukanya. Ini sama sekali tak ada dalam pikiranku. Benar-benar tak dapat diduga. Foto beberapa tahun lalu, saat di lapangan basket, di kelas, di kantin, di koridor sekolah, bahkan di depan rumah, dan semua foto ini adalah fotoku.
Belum sempat aku menanyakan maksud dari semua ini, Leo kembali menyerahkan kertas padaku.
            Hati tlah sampai pada cinta
            Kini cinta tlah memilih cintanya
            Aku tlah sampai pada sebuah rasa
            Dingin tapi menyejukkan
            Panas tapi menghangatkan
                        Perasaanku ini apa namanya?
                        Kekasih hilang, rinduku datang
                        Malam mengingatkanku bahwa aku sendiri
                        Malam mengingatkanku bahwa aku sedang menanti
           
            Malam mengajarkanku sabar
            Seperti malam yang takkan marah
            Ketika bintang tak dating menyinarinya
           
                        Malam mengajarkanku setia
                        Seperti malam yang selalu menunggu bintang
                        Walau bintang tak pernah berjanji

            Meski hati terkadang memberontak
            Namun ketika cinta membawa kebijaksanaannya
            Hati menjadi tenang
            Tenang layaknya malam
            Dan saat kekasih datang
            Rinduku terbuang

                        Hati yang tenang , bangkit bergejolak
                        Malam yang tenang berganti siang
                        Siang yang diselimuti awan yang putih
                        Seputih tulus cinta
           
            Yang akan mendung bila disakiti
            Yang akan hujan bila dihianati
            Biarlah hati dan cintaku
            Sepeti tulusnya malam dan murninya awan
            Yang akan selalu menjadi teman indah langit dan cintanya

                        Aku merasakan cinta ini
                        Mulai berbisik dari hening
                        Kurasa bergetar dari ketenangan
                        Bercahaya menyilaukan dari kegelapan

            Cinta itu memberi arti
            Cinta itu hadirkan harapan
            Hati ini tak ingin cinta pergi
            Hati ini tak ingin sendiri lagi

                        Aku ingin lebur dalam dirinya
                        Yang andai dia hidup
                        Aku ada dalam nafasnya
                        Yang andai dia berbisik
                        Aku ada dalam desisnya
                        Yang andai dia tidur
                        Aku ada dalam mimpinya

            Aku ingin menjadi tulang rusuk itu
            Menjadi perisai dadanya
            Dan menjadi penjaga hatinya

                        Tak terpisah darinya dan cintanya
                        Memberi kehangatan dan pelukan
                        Bagiku yang terindah hanyalah menjadi miliknya

            “Aku suka sama kamu, ca. udah dari dulu.”
            “ Tapi…..” perkataanku terputus.
            “ Iya , aku tau image-ku sebagai seorang playboy. Tapi aku Cuma main-main aja.”
            “ Ha?? Seenaknya aja kamu mainin perasaan cewek?” aku sedikit sebel.
            “ Nggak..nggak aku bohong. Aku Cuma pengen narik perhatian kamu, ca.”
            Sedikit banyak aku paham maksud perkataannya. Tapi sekali lagi hatiku tak bisa bohong kalau hatiku ini masih bimbang.
            “ Kamu bingung ya, ca? harusnya aku nggak cari perhatian kamu dengan cara kayak gitu tapi…” kali ini kau memutus perkataan Leo.
            “ Aku mau kok jadi cewek kamu.”
            Leo seperti kaget “ Beneran, ca ?”
            “Iya.” Jawabku santai.
            “ Kamu kok mau pacaran sama playboy?”
            “ Kalu Leo bisa jadi playboy, kenapa Caca nggak bisa jadi playgirl?”
            “ Hah?” Kali ini Leo jelas-jelas kaget.
            “ Nggak.. aku bercanda.”

            Beberapa menit kemudian …..
            “ Liat bintang- bintang yang begitu indah itu.” Kata Leo sambil melihat ke arah angkasa. Ke arah langit gelap yang dipenuhi bintang. Menatap bintang-bintang, juga menatap rembulan.
            “ Hei, liat ada bintang jatuh!” ujarku sambil menunjuk sebuah bintang jatuh. Tingkahku tentu saja mengagetkannya yang masih mengunyah biscuit.
            “ Hmm.. make you’re a wish.!”
            “ Buat apa?” tanyanya heran, dengan mulut penuh biscuit.
            “ Kata orang-orang kalu ada bintang jatuh, make you’re a wish and your wish will come true.” Jawabku bersemangat.
            “ Aku tidak percaya dengan hal-hal seperti itu, aku lebih percaya pada Tuhan.”
            “ Lho, apa salahnya? Baiklah.”
            Lamunanku dibuyarkan oleh kata-katanya yang begitu romantis.
            “ Cinta! Kata itu penuh misteri. Cinta membuat orang senyum-senyum sendiri, tertawa, teriak. Hidup ini terasa indah bila cinta bersamanya. Namun, terkadang juga membuat orang sengsara, resah, murung, dan tak jarang berakibat fatal bagi orang yang terkena demam cinta.” Celotehnya sambil memandang kea rah langit yang begitu indah.
            “ Iya, semisal bunuh diri, loncat dari gedung tinggi, menusuk diri sendiri, nenggak baygon, ataupun semacamnya.” Sambungku.
            “ Haruskah begitu dengan cinta?” kita serentak mengucapkan kata itu.
            Kita saling bertatap muka.
            “ Jadi kita sekarang jadian nih?” Leo memperjelas pertanyaannya.
            Dalam hati penuh hamdalah, wujud fisik hanya mampu bertukar dua senyum bahagia dalam siraman rahmat. Dia membentangkan kedua tangannya lebar-lebar dan memelukku dengan erat.
            Aku terdiam, sungguh aku tidak menyangka kalau Leo selama ini juga merasakan apa yang aku rasakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Disney Mickey Mouse