Hati Untuk Si Playboy
Aku ingat kata ayahku, bahwa hidup
bukan hanya pilihan. Terkadang cukup mudah untuk memilih satu diantara dua
pilihan. Tetapi sulit saat waktu menuntutku membuat pilihan. Andai saja hidup
ini hanya imajinasi, aku akan membuat duniaku sendiri. Kubiarkan siapapun
mengisi hatiku dan hidupku. Ya….. karena kutahu hatiku hampir kosong. Hanya
terisi kepulan asap semu karena kekagumanku atau mungkin disebut cinta yang tak
tersampaikan
Drrt.. Drrtt.. Drrt..
Aku yang sedang bersantai, berbaring
di atas kasur yang empuk, kaget mendengar hapeku yang bergetar di atas meja.
Dari kejauhan aku sudah bisa menebak kalau ada sms masuk. Dengan semangat aku
mengeceknya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Di layer hapeku tercantum “1 message
from Leo”. Aku melonjak – lonjak saking senangnya. Segera saja aku membuka sms
dari Leo.
From : Leo
Hai, Ca, lagi apa nii ??
Aku sedikit speechles membaca sms
darinya. Pada kenyataannya , Leo adalah anak yang sangat cuek. Dan aku tidak
percaya kalau Leo bisa mengirim aku sms dengan kata – kata seramah itu. Tetapi
aku tidak mau memikirkan panjang lebar lagi. Segera aku membalasnya.
To : Leo
Hai juga , lagi santai – santai aja
niih..
Berminggu – minggu sudah aku pe-de-ka-te sama dia. Aku merasa nyaman
bila mengobrol dengannya. Meskipun aku tau kalau Leo itu ternyata playboy. Dia
bisa mengambil hatiku dengan gombalan – gombalannya.
****
Langit
sore ini terlihat begitu merona. Entah mengapa hatiku tersasa bahagia hari ini.
Padahal tidak ada acara istimewa yang aku rencanakan sebelumnya.
Dengan langkah berat, aku bersiap
untuk menjemput adikku di gedung bulutangkis. Ini adalah pekerjaan yang
menurutku paling membosankan. Sesampainya di gedung, aku menginjakkan kakiku di
atas tanah. Aku berjalan menyusuri gedung mencari tempat duduk yang kosong.
Mataku mencari – cari sosok adikku.
Namun mataku malah menemukan sosok yang membuat darah surut dari wajahku. Dan
aku tidak menyangka kalau ternyata dia adalah orang yang selama ini aku kagumi.
Belum sepenuhnya aku sembuh dari kekagetanku,
aku bertambah kaget saat dia membalas tatapanku dan bergegas menghampiriku.
“ Ca, lupa ya?” sapa Leo.
“ Emm .. Emm.. hehe . maaf.” Aku
tergagap saking geroginya.
“ Liat aku kok nggak nyapa siih?”
Tanya Leo.
“ Em.. Leo ya?” Aku memberanikan diri
untuk bertanya.
Namun sebelum aku menyelesaikan
kalimatku, Leo sudah mengalihkan perhatiannya lalu pergi meninggalkanku. Aku
malu dan jengkel setengah mati. Bagaimana tidak ? dia seenaknya dating dan
pergi dengan cueknya. Padahal saat kami ngobrol, banyak mata yang menyaksikan.
Aku kan malu.
Arrrgh !!
Dengan gondok aku memutuskan untuk
kembali ke tempat dudukku yang semula. Kembali pada penantian adikku yang
membosankan.
Namun sepertinya Tuhan tak
membiarkan aku mati kebosanan di sini. Di arah lapangan sekali lagi Leo
membuatku kagum. Permainannya lincah dan sangat memukau. Aku hamper tak
terkedip. Bahkan seolah – olah aku dapat mendengar dan merasakan nafasnya. Aku
tak bisa membohongi hatiku. Dia kelihatan keren di seluruh permainannya, bahkan
saat ia mengelap keringatnya.
Waktu bergulir sangat cepat.akhirnya
adikku selesai dan ia mengajakku pulang. Tetapi aku masih ingin disini.
“ Kak, pulang yuk!” ajak adikku
“ Mmh.. bentar ya. Duduk – duduk aja
dulu.” Aku mencoba membujuknya untuk tinggal sebentar lagi disini.
“ Badanku sudah bau keringat nih.
Pengen mandi. Pulang yuk!” Adikku tetap ngeyel dan mengajakku pulang.
“ Ganti baju dulu aja!” Akupun tak
kalah ngeyel. Pandanganku tetap pada Leo.
“ Haduuh.. kenapa siih kok jadi
betah gini? Biasanya juga masih nunggu 5 menit aja sudah mencak – mencak.” Kali
ini adikku bertambah ngeyel.
Akhirnya aku mengalah. Namun aku
masih nggak rela untuk pulang. Aku menyempatkan memandangi Leo untuk terakhir
kalinya. Tetapi tiba – tiba dia memalingkan wajahnya padaku. Wajahku merah
padam saking malunya. Aku memutuskan untuk segera menghilang dari sini.
“ Ayo cepat pulang yuk!” Aku berkata
sambil menarik tangan adikku.
****
Aku
melipat mukenahku dengan rapi. Saat hapeku berdering, muncul nomor baru yang
tidak aku kenal.
“
Halo, assalamu’alaikum” sapaku.
“
Wa’alaikumsalam” Terdengar suara yang tidak asing bagi telingaku.
“
Ini siapa ya?”
“
Tebak dulu, dong! Nggak asyik kalau
aku langsung jujur?” Dia semakin membuatku penasaran.
“
Siapa sih? Nggak usah sok misterius deh!” Aku mulai gondok.
“
Kok marah sih, ntar cantiknya hilang lho.”
Rayuan khas playboy yang membuatku mulai menerka siapa dia. Namun aku tidak
mengungkapkannya.
“
Ah, nggak usah ngegombal deh. Kalau nggak mau ngaku, aku tutup nih telponnya.”
“
Eh, jangan dong! Aku kan masih pengen dengar
suara merdu kamu.”
“
To the poin aja deeh. Ada
perlu apa?” Aku semakin ketus.
“
Iya deeh, aku ngaku. Aku Leo.”
“
Ooooo…” Aku masih tidak percaya kalau ini Leo. Mengingat tadi sore sikapnya
yanga amat sangat cuek, berbeda 180 derajat dengan gombalannya barusan.
“
Ca, masih disan kan ?”
Leo bertanya sehingga membuyarkan lamunanku.
“
Eh.. iya. Ada
apa nih kok tumben telpon?” Tanyaku penasaran.
“
Em.. besok ada acara nggak ?”
“
Kayaknya nggak tuch, kenapa?”
“
Nggak apa-apa, nanya aja.”
Huuh..
dasar cuek. Bikin ge-er aja.
****
Hari Sabtu, aku pulang sekolah lebih
awal karena hari ini tidak ada jadwal bimbingan belajar. Hari ini juga tidak
ada acara di luar. Hasilnya kantuk menyerang. Segera saja aku merebahkan
tubuhku di atas kasur yang empuk dan aku mulai bermimpi.
Kring.. kring..
Jam bekerku meloncat-loncat
membangunkanku. Aku masih enggan bangkit dari kasur empukku. Hari sabtu kan hari santai bagiku.
“ Ca, ada yang nyari tuh.” Tiba –
tiba mama muncul di samping tempat tidurku.
“ Siapa, ma ?” Aku masih setengah
sadar.
“ Tau tuh. Cepetan , sudah nunggu
lama tu dia!”
Dengan susah payah aku bangun. Tak
sengaja aku melirik jam dinding kamarku. Menunjukkan pukul 19.15. hah ?? berapa
jam tadi aku tidur? Rasanya masih satu menit yang lalu.
Aku menuruni tangga depan kamarku
tanpa memperbaiki lagi penampilanku saat ini. Aku hanya ingin segera menemui
tamu tak diundang itu lalu kembali tidur. Saat aku sampai di teras, langsung
saja aku menyemprotnya, namun….
“ Siapa sih? Ganggu tid..” Aku kaget
setengah mati saat mengetahui siapa sekaran yang duduk di kursi teras rumahku.
“ Hai , Ca.” Leo berkata seraya
berdiri dan melambaikan tangannya padaku. “ Sorry, aku ganggu ya?”
“ Eh, nggak kok.” Aku berusaha
mengatasi kagetku. “ Duduk, yo!” tambahku sambil duduk di kursi sampingnya.
“ Kamu bangun tidur ya? Pasti aku
ganggu kamu banget deh?” Leo berkata dengan keadaan tawa yang ditahan.
Aku baru sadar, kalau keadaanku saat
ini tidak pantas untuk ditampilkan pada seseorang yang sangat special bagiku.
Malu lagi, malu lagi.. huffft !!
“ Mmh, sebagai permintaan maafku
sudah ganggu kamu tidur, kamu mau nggak jalan sama aku malam ini?”
Hah? Dia tadi bilang apa? Dia ngajak
aku jalan? Nge-date? Kencan? Sekarang kan
malam Minggu. Hehe..
“ iya deh. Aku ganti baju dulu ya.
Maaf kalau mungkin lama. Nggak apa-apa kan ?”
Aku bertanya dan Leo menjawab sdengan anggukan. Asyiiik !!
****
Aku tak tau Leo mengajakku ke mana.
Yang ada di fikiranku saat ini, aku senang bisa berdua dengannya. Sampai ku
rasa Leo menepikan motornya pada salah satu kafe terkenal di kotaku.
“ Eh, mau makan disini?” Aku
bertanya mencoba menercah kesunyian.
“ Iya, kenapa?”
“ Nggak apa-apa.”
“ Masuk yuk!” Ajak Leo sambil
menggandeng tanganku.
Nyaris aku melonjak saking senang
dan nervousnya.
Di dalam kafe banyak pasangan
muda-mudi lain yang sedang merayakan malming bersama pasangan masing-masing.
Tata ruangannya terlihat biasa saja bagiku. Meski banyak pengunjungnya, masih
tersisa banyak meja di kafe ini. Namun, Leo menarikku hingga di bagian belakang
kafe.
“ Kita mau kemana sih , yo? Kan itu mejanya masih
banyak yang kosong?” Leo tak menggubris kata-kataku. Masih menggandeng
tanganku. Huh,, dasar cuek. Menyebalkan !!
Akhirnya sampai di pintu belakang
kafe. Aku sudah berkali-kali dikagetkan hari ini. Untuk kali ini semoga menjadi
yang terakhir.
Pemandangan di depanku cukup
membuatku terpaku. Lilin-lilin berjajar rapi di bawah pancaran sinar bulan.
Panorama pantai yang mengagumkan menjadi background menambah keindahan dengan
semilir angin malam.
“ Woy!”
“ Apa sih? Ngapain aku di bawa ke
tempat beginian? Aku mau dijadiin sasaran sambalmu yang enek itu? Iih.. mending
aku pulang saja?” ucapku sedikit jual mahal.
“ Kayak nenek-nenek sih, ngomel
melulu ?” Leo masih tetap pada cueknya.
“ Terus, kita mau ngapain?”
Leo diam. Sesekali memandang ke
arahku tapi ia menunduk dan menunduk lagi.
“ Halo!!!” suaraku lentang.
Leo masih tetap diam.
“ Mau kamu apa sih? Kamu ngerjain
aku ya? Aku pergi aja deh!” Aku beranjak dari tempat duduk.
“ Ca, tunggu dong!” Leo menarik tanganku.
“ Ya, cepet mau ngomong apa?” Aku
jadi sedikit sebel.
“ Aku mau kamu jadi cewekku.”
Sekejap aku merasa ada yang
menamparku. Aku hamper tidak percaya ini terjadi. Dan yang lain yang ku tahu
aku tidak bisa berkata apapun.
“ Ca?”
“ Aku nggak tahu, aku mau pulang
aja.” Dalam bagian ini mungkin aku terlihat seperti pengecut. Tapi ini hal
terbaik yang dapat kulakukan…
Leo tak berkata apa-apa, dia masih
menggenggam tanganku. Tangan kanannya mengambil sebuah album foto di atas
tangan sebelah kakinya, kemudian dia menyerahkan padaku.
Aku duduk dan mulai membukanya.
Banyak sekali tanda Tanya di kepalaku. Perlahan aku membukanya. Ini sama sekali
tak ada dalam pikiranku. Benar-benar tak dapat diduga. Foto beberapa tahun lalu,
saat di lapangan basket, di kelas, di kantin, di koridor sekolah, bahkan di
depan rumah, dan semua foto ini adalah fotoku.
Belum sempat aku
menanyakan maksud dari semua ini, Leo kembali menyerahkan kertas padaku.
Hati tlah sampai pada cinta
Kini cinta tlah memilih cintanya
Aku tlah sampai pada sebuah rasa
Dingin tapi menyejukkan
Panas tapi menghangatkan
Perasaanku ini apa
namanya?
Kekasih hilang, rinduku datang
Malam mengingatkanku
bahwa aku sendiri
Malam mengingatkanku
bahwa aku sedang menanti
Malam mengajarkanku sabar
Seperti malam yang takkan marah
Ketika bintang tak dating
menyinarinya
Malam mengajarkanku
setia
Seperti malam yang
selalu menunggu bintang
Walau bintang tak pernah
berjanji
Meski hati terkadang memberontak
Namun ketika cinta membawa
kebijaksanaannya
Hati menjadi tenang
Tenang layaknya malam
Dan saat kekasih datang
Rinduku terbuang
Hati yang tenang ,
bangkit bergejolak
Malam yang tenang
berganti siang
Siang yang diselimuti
awan yang putih
Seputih tulus cinta
Yang akan mendung bila disakiti
Yang akan hujan bila dihianati
Biarlah hati dan cintaku
Sepeti tulusnya malam dan murninya
awan
Yang akan selalu menjadi teman indah
langit dan cintanya
Aku merasakan cinta ini
Mulai berbisik dari
hening
Kurasa bergetar dari
ketenangan
Bercahaya menyilaukan
dari kegelapan
Cinta itu memberi arti
Cinta itu hadirkan harapan
Hati ini tak ingin cinta pergi
Hati ini tak ingin sendiri lagi
Aku ingin lebur dalam
dirinya
Yang andai dia hidup
Aku ada dalam nafasnya
Yang andai dia berbisik
Aku ada dalam desisnya
Yang andai dia tidur
Aku ada dalam mimpinya
Aku ingin menjadi tulang rusuk itu
Menjadi perisai dadanya
Dan menjadi penjaga hatinya
Tak terpisah darinya dan
cintanya
Memberi kehangatan dan
pelukan
Bagiku yang terindah
hanyalah menjadi miliknya
“Aku suka sama kamu, ca. udah dari
dulu.”
“ Tapi…..” perkataanku terputus.
“ Iya , aku tau image-ku sebagai
seorang playboy. Tapi aku Cuma main-main aja.”
“ Ha?? Seenaknya aja kamu mainin
perasaan cewek?” aku sedikit sebel.
“ Nggak..nggak aku bohong. Aku Cuma
pengen narik perhatian kamu, ca.”
Sedikit banyak aku paham maksud
perkataannya. Tapi sekali lagi hatiku tak bisa bohong kalau hatiku ini masih
bimbang.
“ Kamu bingung ya, ca? harusnya aku
nggak cari perhatian kamu dengan cara kayak gitu tapi…” kali ini kau memutus
perkataan Leo.
“ Aku mau kok jadi cewek kamu.”
Leo seperti kaget “ Beneran, ca ?”
“Iya.” Jawabku santai.
“ Kamu kok mau pacaran sama
playboy?”
“ Kalu Leo bisa jadi playboy, kenapa
Caca nggak bisa jadi playgirl?”
“ Hah?” Kali ini Leo jelas-jelas
kaget.
“ Nggak.. aku bercanda.”
Beberapa menit kemudian …..
“ Liat bintang- bintang yang begitu
indah itu.” Kata Leo sambil melihat ke arah angkasa. Ke arah langit gelap yang
dipenuhi bintang. Menatap bintang-bintang, juga menatap rembulan.
“ Hei, liat ada bintang jatuh!”
ujarku sambil menunjuk sebuah bintang jatuh. Tingkahku tentu saja
mengagetkannya yang masih mengunyah biscuit.
“ Hmm.. make you’re a wish.!”
“ Buat apa?” tanyanya heran, dengan
mulut penuh biscuit.
“ Kata orang-orang kalu ada bintang
jatuh, make you’re a wish and your wish will come true.” Jawabku bersemangat.
“ Aku tidak percaya dengan hal-hal
seperti itu, aku lebih percaya pada Tuhan.”
“ Lho, apa salahnya? Baiklah.”
Lamunanku dibuyarkan oleh
kata-katanya yang begitu romantis.
“ Cinta! Kata itu penuh misteri.
Cinta membuat orang senyum-senyum sendiri, tertawa, teriak. Hidup ini terasa
indah bila cinta bersamanya. Namun, terkadang juga membuat orang sengsara,
resah, murung, dan tak jarang berakibat fatal bagi orang yang terkena demam
cinta.” Celotehnya sambil memandang kea rah langit yang begitu indah.
“ Iya, semisal bunuh diri, loncat
dari gedung tinggi, menusuk diri sendiri, nenggak baygon, ataupun semacamnya.”
Sambungku.
“ Haruskah begitu dengan cinta?”
kita serentak mengucapkan kata itu.
Kita saling bertatap muka.
“ Jadi kita sekarang jadian nih?”
Leo memperjelas pertanyaannya.
Dalam hati penuh hamdalah, wujud
fisik hanya mampu bertukar dua senyum bahagia dalam siraman rahmat. Dia
membentangkan kedua tangannya lebar-lebar dan memelukku dengan erat.
Aku terdiam, sungguh aku tidak
menyangka kalau Leo selama ini juga merasakan apa yang aku rasakan.